Jumat, 02 Januari 2015

**Ssssttt... hati-hati. . perempuan dan laki-laki ditakdirkan untuk berpasangan, bukan menjadi teman. :D



Temanku, Jodohku

Seperti halnya aku terbiasa menghirup udara, seterbiasa itu aku dengan kehadirannya. Seseorang yang aku anggap teman, sahabat dan tempat aku bersandar. Kami  selalu menghabiskan waktu bersama, bercerita tentang apa saja hingga sering kali kami tidak sadar bahwa kami sudah berdebat. Karena aku tak pernah malu untuk terlihat jelek didepannya, aku tak pernah sungkan untuk menangis didepannya. Kami berbagi sedih dan bahagia.
Hingga malam itu, aku masih menganggap dia seperti itu. Tapi itu adalah hari terakhir, paginya, aku mendapatkan kabar bahwa dia menyukaiku. Itu memang tidak munkin, bagaimana bisa? Itu yang selalu aku pikirkan. Aku belum mempercayainya sampai sore hari itu, di depanku dia bersikap aneh. Aku selalu berusaha menepis pikiran bahwa dia menyukaiku saat bersamanya. Berpura-pura tidak mendengar kabar apapun dan berusaha terlihat biasa tapi aku gagal. Kecanggunganku membuat dia sadar ada yg aku sembunyikan dan sore itu dengan cool nya dia mengaku “kemarin, Arinka bilang suka padaku tapi aku bilang kalau aku suka padamu”  dengan bodohnya aku menjawab “aku sudah dengar dan bercandamu sudah kelewatan” aku gak kalah bersikap cool dan dengan entengnya dia menjawab “tapi aku gak bercanda” dan pergi begitu saja.
Sesampai dirumah aku tidak bisa berhenti memikirkannya. Aku mencoba merangkai dan mengingat-ngingat lagi hari-hari yang aku lalui dengan dia, mencoba menemukan bukti bahwa dia menyukaiku. Setelah memikirkannya, Aku mengambil kesimpulan bahwa itu tidak munkin, aku tidak bisa mempercayainya. Aku tidak merasakan bahwa dia menyukaiku. Sampai akhirnya aku memutuskan bahwa aku tidak akan kalah dalam permainan ini, yah. . bagiku ini permainan, dia mau mempermainkan aku dan aku akan membuat dia kapok dan nyerah.
Paginya, saat bertemu dengannya aku bersikap seperti biasa, tidak terjadi apa-apa. Toh dia tidak nembak aku so aku tidak perlu menjawab iya atau tidak. Hari ini dia terlihat cerah, tersenyum dari jauh saat melihatku, menyapaku dan bertanya apakah tidurku nyenyak semalam. Aneh tapi aku tahan. Aku jawab dengan santai dan bersikap sebiasa munkin. Tapi dia terus menunjukkan perhatiannya padaku. Dia membawakan tasku, mengajak sarapan bareng, meminta pulang bareng dan mengajak pergi kekonser band kesukaanku malam harinya. Aku sudah tidak tahan dan karena aku tidak mau kalah, aku katakan padanya “ada apa denganmu hari ini? Apa kau makan sesuatu yg biasanya tidak kamu makan? Bersikaplah seperti biasanya” jawabku ketus. Senyum dia hilang, dan balik bertanya padaku “apa kau marah? Apa kau tidak menyukaiku?” tanya dia dengan suara rendah. “bukankah kita teman? Sejak kapan kita saling menyukai? Apakah aku terlihat menyukaimu?” jawabku santai. “kamu tidak menyukaiku?” tanya dia lagi. “kita teman dan akan selalu begitu jadi berhentilah bermain-main atau aku akan benar-benar marah padamu” jawabku tegas dan langsung pergi.
Sejak hari itu, dia tetap tidak merubah sikapnya. Perhatiannya sudah menggangguku, aku munkin akan percaya dia menyukaiku jadi setiap ada kesempatan aku selalu mengatakan padanya bahwa kami adalah teman. Saat pulang dari kampus, aku bercerita padanya bahwa aku bertemu cowok keren dari jurusan lain difakultasku dan kami tidak sengaja menabrak satu sama lain saat di kantin. Kemudian aku bertanya padanya, apa dia mengenal cowok itu yang sudah aku ceritakan ciri-cirinya. “kenapa kau melirik cowok lain, bukankah sudah ada aku” jawabnya jujur. “ada apa denganmu? Kita ini teman. Berhentilah. Aku bahkan sudah mencium kentutmu jadi mari kita hentikan ini” jawabku tidak kalah jujur. Aku ingin menyadarkannya dan menyadarkan diriku sendiri tapi dia tiba-tiba berhenti dan menatapku tajam kemudian berkata “bisakah kau tidak selalu memperjelas bahwa kita teman? Yah kita memang teman tapi apakah dg berteman ada larangan untuk menyukai temannya? Siapa yg membuat batasan dan aturan ini? Apakah orang itu bisa mengontrol perasaanku?” jawabnya setengah berteriak dan pergi tak menoleh lagi meski aku panggil dan berusaha mengejarnya.
Sejak saat itu dia tidak pernah menegurku. Sms, BBM tak dibalas dan telfonpun tak diangkat. Di kampus dia selalu menghindariku. Lalu, apakah dia benar-benar menyukaiku? Bagaimana kalau iya? Apakah aku sudah menyakitinya? Dan pertanyaan-pertanyaan lainnya yang datang dan mengkhawatirkanku. Aku mulai memikirkannya lagi dari awal dan dengan serius. Benarkah dia menyukaiku? Sejak kapan? Lalu cewek yg dulu dia suka bagaimana? Apa dia lupa kalau aku baru patah hati? Dan bukannya yakin mendapatkan jawabannya, malah semakin banyak pertanyaan yg bermunculan.
Akhirnya, malam itu dia mau menemuiku karena aku mengatakan padanya aku ingin membahasnya dengan serius. Malam itu, dia terlihat canggung dan akupun menjadi canggung. Ah. . suasananya menjadi aneh dan tidak nyaman. Aku bahkan harus hati-hati dengan apa yang akan aku katakan. Mengingat semua yang sudah kami jalani, ini adalah malam yang ingin cepat aku skip dan kembali ke saat kami menjadi nyaman satu sama lain. Karena aku tidak bisa menghindarinya, kami harus bertahan melalui krisis ini.
***
Sejak malam itu, kami tidak hanya berteman tapi bertambah status menjadi pasangan. Yah. . kami mulai berkencan. Sebenarnya aku sendiri tidak tahu bahwa akupun menyukai dia. Saat tiba-tiba dia menghindariku dan menjauhiku, aku sadar, aku merindukan dia, memikirkannya dan begitu khawatir karenanya. Dia banyak menyita waktu dan fikiranku. Dan aku fikir, tak ada seseorang yang akan lebih mengerti aku selain dia, sahabatku. Kami tidak perlu banyak beradaptasi dan mengenal satu sama lain lagi. Aku dan dia sadar bahwa kami mempertaruhkan satu sama lain untuk hubungan ini karena jika ini tidak berhasil, akan sulit untuk menjadi teman lagi, seperti dulu. Karena kami yakin dengan perasaan kami, inilah jalan yang kami pilih. Mencintai.