Selasa, 28 Mei 2013

Penantian di Akhir Senja

Suatu sore, dia duduk termagu dengan buku yang dia pegang, cuma di pegang, dan matanya menatap jauh entah kemana. Aku suka adegan ini pikirku, tanpa pikir panjang aku mendekati dia perlahan dan... yah bener tebakanku, dia menjerit, mengelus dada dan terus memukulku karena telah mengagetkannya. :)
“kenapa?” tanyaku “gak apa-apa, lagi baca buku” jawabnya.
“halah masih mau ngeles, kamu tu kayak buku terbuka”
“maksudnya” minta penjelasan
“kamu itu tidak bisa menyembunyikan perasaanmu, lagi sedih, senang, bingung, terharu atau apapun itu, sangat terlihat jelas diwajahmu. Seperti ada tulisannya di jidat kamu!” sambil ku pukul dahinya
“hawduh.. jangan gitu donk.. tapi masak sih segitu jelasnya?” sambil ngelus dahinya
“kenapa?” Tanyaku lagi “ lagi galau “ jawabnya singkat
“what? Hari gini masih galau? Obat nyamuk uda banyak non, gak usah galau lama-lama” candaku
“huh.. malah guyon! Serius ini” “iya sudah, galau napa ne”

sambail menghela nafas panjang dia memulainya...
“apakah penantian akan selalu mengurangi rasa cinta? Selama proses penantian itu, sesorang bertemu dengan orang lain, tertawa dan tersenyum dengan orang lain. Hal itu pasti mengurangi rasa cinta bukan?”
“bisa.. tapi kalau seseorang itu benar-benar mencintai orang yang dia tunggu, benar-benar menginginkannya, ya hal itu tidak akan berpengaruh. Di lihat dulu seberapa besar kadar cintanya” jawabku mencoba bijak.
“tapi tidak ada alat yang bisa mengukur kadar cinta jadi aku tidak akan pernah tahu” 
“memang tidak ada tapi kita bisa melihatnya. Kesungguhan seseorang itu, bagaimana seseorang itu memperlakukan kita bahkan dalam hal terkecil yaitu tatapan”
“ah, terlalu teoritis!” pekik dia..
“kenapa? Apa ada seseorang yang menunggu kamu?”
“entahlah...” sambil menghela nafas dengan berat.
“kadar cinta itu bisa berkurang karena banyak hal, bukan hanya karena penantian. Saat seseorang tetap bersama dengan orang yang dicintainyapun, kadar cintanya bisa berkurang. Kadar cinta itu juga seperti keimanan kita atau sebaliknya, iman itu seperti kadar cinta, bersifat fluktuasi. Gak statis. Saat tertentu bisa berkurang dan disaat yang lain bisa bertambah. Yang terpenting dalam cinta itu adalah komitmen. Kalau seseorang itu sudah berkomitmen terlebih gayungpun telah tersambut, yakinlah. Semua akan baik-baik saja.”
“masalahnyaa.... aku tidak pernah memberi kepastian” aku biarkan saja mereka menunggu dan aku tahu resikonya dan benar, janji-janji mereka tinggal kata-kata terbawa arah angin dan memuai” dia pun mulai terbuka..
“berarti mereka memang tidak pantas untukmu!” jawabku “atau aku yang tidak pantas untuk mereka!” pekik dia lagi
“loh kok begitu, bukannya kamu yang tidak memberi mereka kepastian? Dan siapa yang betah lama-lama menunggu dalam ketidakpastian? Mereka juga punya kehidupan”
“yah...! maka dari itulah, aku juga mengejar kehidupanku. Sekalipun aku harus mengorbankan perasaanku terus menerus, biarlah. . aku punya keyakinan, orang terakhir yang akan menemani dan menungguku adalah orang yang pantas untukku dan akupun pantas untuk dia. Aku tidak akan mengecewakan dia, aku akan menjadi “sesuatu” untuk dia dan orang-orang yang aku cintai lainnya. Dia akan mendapatkan yang terbaik dariku. Segalanya untuk dia.”
“apakah tidak bisa seseorang menemanimu untuk mencapai impianmu?”
“tidak! Aku bisa sendiri. Aku mampu. Saat ini aku hanya butuh diriku sendiri. Aku tidak mau terlena dengan cinta. Cinta itu sering kali membuat orang terlena dan melupakan tujuannya”
“apa kamu tidak terlalu keras pada dirimu sendiri?”
“tak apa. Toh nanti setimpal dengan hasilnya. Itu sudah janji Tuhan”

Dan begitulah akhir percakapan kami. Dia begitu keras tapi saat tertentu dia begitu rapuh. Menangis seorang diri dan bahkan dia berteriak untuk menyerah dan mati. Bagaimana munkin aku meninggalkan dia dengan segala kerumitan yang dia ciptakan sendiri. Aku ingin mengatakan padanya bahwa bahu ini selalu siap menerima sandaran saat dia butuh tapi aku tak mampu untuk mengatakannya. Kata-kata itu seperti tertahan dalam kerongkongan dan masuk kembali dalam tubuh bersamaan dengan hela nafas yang panjang. Jika kau butuh cinta, berpalinglah padaku. Jika kau lelah sandarkalah dirimu padaku. Jika kau ingin menangis, tangan ini selalu siap menghapus air matamu. Kejarlah mimpimu. . bawa hatiku bersamamu dan kembalilah dengan membawa hatimu untukku. Akan aku buktikan padamu jika penantian tak akan mengurangi kadar cintaku padamu. aku akan menyimpan cinta ini, akan aku simpan rindu ini dan jika saatnya tiba, munkin dadaku sudah tak mampu untuk memendamnya lagi. Dan kamu harus siap dengan ledakannya. Aku akan menunggu. . . 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar